Jakarta ||
Metroaktual news com
Sebelumnya PN Jakarta Selatan memvonis Alvin Lim, 4 tahun dan 6 bulan atas dugaan kasus pemalsuan.
Alvin Lim menanggapi dengan santai vonis tersebut. "Kan sudah saya katakan dari awal ini kriminalisasi terhadap advokat. Dari pelaksanaannya saja perkara sudah pernah disidangkan sebelumnya sampai putusan MA InCracth. Lalu saya dituduhkan memberikan alamat rumah/kantor saya untuk buat KTP palsu ke klien perceraian saya. Namanya klien ketika tandatangan di Surat kuasa dan kartu nama sudah ada alamat saya. Lalu jika disalahgunakan orang, harus saya tanggung jawab? Dalam dakwaan sudah jelas tertulis, boleh pakai alamat, tapi jangan untuk yang aneh-aneh. Tapi itu lah ini sudah settingan."
Alvin menjelaskan perkara sudah pernah di putus di tahun 2020 di MA, dan dirinya sudah diperingatkan oknum untuk tidak mengurus kasus investasi bodong melawan oknum-oknum raksasa. "Jika saya cari aman, dan tidak usik perkara Investasi bodong maka saya aman. Tapi saya kasihan melihat masyarakat Indonesia yang meminta bantuan saya. Inilah bukti bobroknya sistem hukum di Indonesia. Hari ini, saya menjadi korban kriminalisasi oknum jaksa dan Hakim, mungkin dikemudian hari kalian bisa menjadi korban. Saya yang mencoba melawan oknum, menjadi yang pertama di kerjain. Ini resiko saya sebagai pengacara yang jujur dan vokal, saya terima dengan hati terbuka."
Di ketahui dalam perkara tersebut terdapat sejumlah kejanggalan, pertama jumlah kerugian klaim yang dibayarkan Allianz kepada Melly hanya sebesar 6 juta rupiah, kedua barang bukti KTP yang diduga dipalsukan juga tidak pernah dihadirkan di persidangan, ketiga belum lagi tidak ada satupun keterangan saksi menyatakan Alvin mengunakan KTP palsu atau ikut serta mengunakan KTP palsu. Ke empat kasus dugaan pemalsuan sudah pernah disidangkan dan diputuskan di PN Jakarta Selatan di tahun 2018, dan sekarang di sidangkan ulang.
Tidak masuk akal seorang Alvin Lim dengan sengaja memberikan alamat kantornya untuk membuat KTP palsu bagi kliennya, apalagi hanya untuk klaim asuransi senilai 6 juta rupiah. Namun, inilah hukum di tangan oknum, benar bisa berubah mejadi salah.(red)