Sumatera Utara Metroaktualnewscom:
Presiden Joko Widodo kembali menegaskan pentingnya hilirisasi industri sebagai upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju. Menurut Presiden, sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara maju jika negara-negara lain telah memiliki ketergantungan terhadap suatu produk yang dihasilkan oleh negara maju tersebut.
"Taiwan dan Korea Selatan, kenapa mereka bisa melompat menjadi negara maju? Karena memiliki produk yang sangat dibutuhkan oleh negara lain, oleh perusahaan-perusahaan besar di negara lain, baik Amerika maupun Eropa," ujar Presiden dalam sambutannya saat membuka secara resmi Muktamar ke-XVIII Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah yang digelar pada Rabu, 23 Februari 2023, di Balikpapan Sport and Convention Center, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Presiden menjelaskan bahwa Indonesia memiliki peluang dan kesempatan untuk menjadi negara maju. Salah satunya melalui ekosistem industri kendaraan listrik dimana semua komponen yang dibutuhkan oleh kendaraan listrik ada di Indonesia.
"EV baterai, baterai mobil listrik yang nantinya ekosistem ini akan menjadi ekosistem besar, menjadi produsen mobil listrik. Karena nikel kita memiliki, tembaga kita memiliki, timah kita memiliki, bauksit kita memiliki, semua komponen yang dibutuhkan mobil listrik itu ada semuanya di Indonesia," ungkap Presiden.
Selain itu, Indonesia juga perlu mengintegrasikan semua komponen kendaraan listrik yang tersebar di seluruh Tanah Air. Mulai dari nikel yang ada di Pulau Sulawesi, tembaga yang ada di Sumbawa dan Papua, timah yang ada di Bangka Belitung, hingga bauksit yang ada di Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau.
"Semuanya bisa diintegrasikan menjadi barang yang namanya EV baterai dan ekosistem yang lebih besar lagi menjadi mobil listrik yang ke depan itu semua negara akan membutuhkan," tutur Presiden.
Presiden menyebut bahwa melalui hilirisasi industri tersebut, Indonesia akan mendapatkan nilai tambah yang berlipat ganda. Oleh sebab itu, Presiden menegaskan bahwa Indonesia harus segera meninggalkan ekspor bahan mentah.
"Jangan sampai kita sudah berpuluh-puluh tahun bahkan beratus tahun sejak VOC yang kita ekspor itu selalu bahan mentah, selalu _raw material_ sehingga nilai tambahnya kita tidak punya," ucap Presiden.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga menjelaskan bahwa negara akan mendapatkan banyak penerimaan dan manfaat nyata dari hilirisasi industri. Nikel misalnya, nilai perdagangannya mengalami peningkatan dari Rp17 triliun menjadi Rp450 triliun setelah kebijakan larangan ekspor mentah diberlakukan oleh pemerintah.
"Dari Rp17 triliun menjadi Rp450 triliun itu, negara akan mendapatkan berlipat-lipat dari pajak perusahaan, dari pajak karyawan, dari royalti, dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dari bea ekspor, dari royalti," ujar Presiden.
"Dari sinilah negara mendapatkan penerimaan, mendapatkan pendapatan, dan ditransfer lagi ke daerah, ditransfer untuk dana desa, ditransfer untuk bantuan sosial, dapatnya dari situ," lanjutnya.
Presiden pun menegaskan bahwa Indonesia bukan negara tertutup meski telah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah. Indonesia terbuka dan mempersilakan negara-negara lain untuk berinvestasi serta membangun industri pengolahan pertambangan di dalam negeri.
"Kamu boleh bekerjasama dengan perusahaan di Indonesia, kamu boleh bekerja sama dengan BUMN Indonesia, kamu juga boleh mendirikan sendiri di Indonesia juga tidak apa-apa, tetapi industrimu, pabrikmu ada di Indonesia bukan ada di Eropa. Karena dari situlah kita akan mendapatkan sebuah manfaat yang sangat besar. Kesempatan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat kita," ucap Presiden.
Turut mendampingi Presiden dalam acara tersebut adalah Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Sunanto, dan Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor.
Tampak hadir pula dalam acara tersebut adalah Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
(DODI ANTONI)
Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden