Metroaktual News com
Sumedang, Pemerintah, mendukung tumbuh kembang anak, meningkatkan prestasi belajar dan produktivitas masyarakat. Program ini jika dikelola dengan baik memiliki potensi besar untuk menciptakan generasi lebih sehat dan berdaya saing.
Meski begitu, program MBG diprediksi bakal menghadapi tantangan besar. Utamanya dalam hal pendanaan dan distribusi manfaat yang merata kepada kelompok sasaran.
Sebagai gambaran, menurut Menko Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, untuk menjangkau 82,9 juta pelajar pada tahun 2025 dibutuhkan anggaran 140 triliun. Tambahan anggaran ini diharapkan dapat memperluas cakupan penerima manfaat, sehingga lebih banyak anak sekolah dapat menikmati makan siang bergizi.
Pada tahap awal, anggaran MBG dibutuhkan Rp.71 triliun. Biaya sebesar ini untuk menjangkau 3 juta pelajar dari Januari hingga April. Bila dihitung hingga akhir tahun, jumlah pelajar ini meningkat hingga 17,5 juta.
Jelas, angka di atas mencerminkan betapa kompleksnya memastikan ketersediaan dan distribusi anggaran dalam skala besar.
Polemik Pendanaan
Untuk pendanaan, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Sultan B. Najamudin, mengusulkan penggunaan dana zakat sebagai alternatif.
Ia meyakini, budaya gotong royong masyarakat Indonesia bisa dimanfaatkan untuk mendukung program ini. Bahkan, Najamudin mengusulkan pelibatan masyarakat umum dan negara-negara sahabat untuk berkontribusi.
Namun, usulan Najamudin menuai beragam tanggapan. Khususnya dari tokoh-tokoh agama.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, menegaskan, penggunaan dana zakat harus sesuai dengan syariat Islam. Ia lebih condong menggunakan dana infak dan sedekah, karena dianggap lebih fleksibel dan tidak memiliki batasan syariat yang ketat.
Masalah Distribusi
Masalah distribusi juga menjadi perhatian serius. Majelis Ulama Indonesia (MUI).
secara tegas mengkritik, implementasi MBG belum merata. Sekolah-sekolah swasta, madrasah, dan pondok pesantren kerap tak tersentuh. Lembaga kumpulan ulama ini bahkan menyarankan MBG dihentikan sementara jika tidak dapat dijalankan secara adil. Fokus pemerintah sebaiknya dialihkan kepada anak-anak kurang mampu, jika tidak mampu menjangkau semua pelajar.
Solusi untuk Keberlanjutan Program
Jelas, dari beragam polemik tersebut, pendanaan dan distribusi yang merata adalah tantangan utama. Pemerintah perlu mencari solusi kreatif guna memastikan keberlanjutan program tanpa membebani anggaran negara secara berlebihan. Salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan adalah menutup kebocoran anggaran di berbagai sektor. Sebab, kerugian negara akibat korupsi di Indonesia mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya.
Berdasarkan laporan Transparency International, tingkat korupsi Indonesia cukup tinggi. Nilai kerugian terus meningkat akibat praktik rasuah di berbagai sektor.
Selain itu, pendanaan juga bisa diambil dari pengalihan biaya perjalanan dinas pejabat tinggi. Menurut laporan Kementerian Keuangan, biaya perjalanan dinas di Indonesia kerap tidak efisien dan jadi salah satu pos anggaran paling boros.
Langkah lain tak kalah penting adalah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Koruptor. Dengan menerapkan RUU ini, aset hasil rampasan dapat dimanfaatkan untuk membiayai program-program sosial, termasuk MBG.
Contoh, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita aset senilai triliunan rupiah dari berbagai kasus korupsi, namun hingga kini pemanfaatannya belum maksimal karena ketiadaan payung hukum yang jelas.
Pendekatan Holistik untuk Masa Depan
Guna memastikan MBG dapat berjalan efektif, pemerintah harus mengadopsi pendekatan holistik. Selain efisisensi pemanfaatan dana, pemerintah juga perlu melibatkan sektor swasta, komunitas lokal, dan organisasi non-pemerintah untuk mendukung keberlanjutan program. Kampanye edukasi peningkatan kesadaran masyarakat soal pentingnya kontribusi terhadap program sosial juga dapat menjadi strategi jangka panjang.
Dengan mengatasi tantangan pendanaan
Eddy Ms