Gugatan diajukan oleh Sameh Harefa, penerima manfaat dari polis asuransi jiwa syariah dengan nomor perkara 508/Pdt.G/2025/PA.JS. Perkara ini berawal dari klaim santunan asuransi atas meninggalnya Menala Harefa, yang merupakan peserta asuransi dengan polis Nomor 14038402 (PRUlink Syariah Generasi Baru).
Sebagai ahli waris, Sameh Harefa menuntut pembayaran uang santunan senilai Rp 2,4 miliar sesuai ketentuan dalam polis. Namun, klaim tersebut ditolak oleh PT Prudential Sharia Life Assurance dengan alasan perlunya dokumen tambahan yang tidak tercantum dalam polis, yakni sertifikat tanah dan akta kepemilikan tanah.
Keputusan ini menimbulkan ketidakpuasan. Melalui kuasa hukumnya, Johnny Tumanggor, Sameh Harefa menilai bahwa permintaan tersebut tidak hanya tidak relevan, tetapi juga bertentangan dengan ketentuan dalam polis.
"Permintaan untuk menyerahkan sertifikat tanah dan akte tanah jelas melampaui ketentuan yang ada dalam polis dan tidak ada hubungannya dengan klaim asuransi jiwa ini," tegas Johnny Tumanggor di hadapan majelis hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Senin (17/03/25).
Gugatan ini menuntut agar Pengadilan Agama Jakarta Selatan menyatakan PT Prudential Sharia Life Assurance telah melakukan wanprestasi (cidera janji) dan memerintahkan pembayaran uang santunan sesuai ketentuan dalam polis.
Selain itu, penggugat berpendapat bahwa permintaan dokumen tambahan tersebut bertentangan dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI No: 139/DSN-MUI/VIII/2021, yang mengatur bahwa pemasaran produk asuransi syariah harus didasarkan pada informasi yang jelas dan akurat sesuai isi polis.
Tidak hanya perusahaan asuransi yang menjadi sorotan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga turut dilibatkan sebagai Turut Tergugat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya ketentuan baku yang mengatur syarat klaim polis asuransi jiwa meninggal dunia, yang menurut penggugat membuka celah bagi perusahaan asuransi untuk meminta dokumen tambahan yang tidak relevan dan merugikan penerima manfaat.
Kasus ini menjadi perhatian banyak pihak, mengingat permintaan sertifikat tanah dan akta kepemilikan tanah sebagai syarat klaim asuransi jiwa dinilai bertentangan dengan prinsip syariah dalam industri asuransi.
Transparansi dalam proses klaim asuransi syariah menjadi salah satu isu utama yang mengemuka di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka sebagai konsumen.
"Perjanjian asuransi ini sudah memenuhi syarat hukum yang berlaku, dan pemegang polis telah rutin membayar premi. Oleh karena itu, klaim yang diajukan seharusnya diproses dengan itikad baik," ungkap Johnny Tumanggor di hadapan majelis hakim.
Kasus ini masih akan terus berlanjut, dan publik menantikan bagaimana Pengadilan Agama Jakarta Selatan memutuskan sengketa ini, yang berpotensi menjadi preseden penting dalam pengaturan klaim asuransi jiwa syariah di masa depan.
Sementara itu, kuasa hukum PT Prudential Sharia Life Assurance yang ditemui di Pengadilan Agama Jakarta Selatan belum bersedia memberikan keterangan.
"Maaf saya tidak memberikan keterangan," ujar salah satu kuasa hukum singkat sebelum meninggalkan wartawan.
Begitu pula dengan Humas Pengadilan Agama Jakarta Selatan, yang saat dikonfirmasi media, memilih untuk tidak memberikan pernyataan terkait perkara ini. (tim)